Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2017

Kebisuan Saksi Atas Perjumpaan Saat Senja Kala Di Yogyakarta

Aku pun belum bisa beralih dari senja itu. Saat sepasang bola mata melihatmu dengan tudung merah marun yang indah. Di perempatan jalan itu Ramai tak mengusik pertemuan kita. Lalu-lalang asap kendaraan pun juga tak kita gubris. Pertemuan itu, Ya, antara aku, engkau dan hujan. Dengan bola lampu jalanan yang kuning merona. Menghiasi aspal dari kegelapan. Hujan selalu bersaksi Bahwa tugu 1 Maret menyaksikan gelagat kita. Juga pohon yang setia tumbuh di pinggiran jalan Menjadi ornamen perjumpaan kala itu. Biarlah langit mendung selalu bergeming. Menyangsikan atas kehadiran kita senja itu. Sampai akhirnya jarak kembali mengasingkanku di tengah kota. Yogyakarta. 27 Maret 2017

Tapi

Sebuah kata Tak berujung Maknanya pun kemana-mana, jika diucap jika bertemu dengan problema. Kata tapi menjadi bahan pengalih Jika tapi membanyak Jadilah sebuah tipu. Boleh tapi Asal jangan tipu. 8 Maret 2017

Batik

Izinkan aku untuk membatik hatimu Mengalungi segenggam canting yang megah di hadapanmu Seperti batik coklatku yang setia Terkalung pada leher hidupku Izinkan aku menjadikanmu sebuah malabis Dengan motif batik yang temani kegalauanku Dan setia menghibur dengan bercak lilin terukir Kau malabis yang akan selalu kukenakan Kujaga dalam setiap keadaan Kau lebih mahal dari ribuan berlian yang tertambang dalam Lebih indah dari ukiran batik yang terpampang Lebih mempesona dari berbagai perhiasan Sekali lagi Izinkan aku membatikkan rasaku, padamu dalam kesunyian Ketika terang bulan Ketika purnama tengah megah-megahnya bersinar. Akan kukalungi hiasan batik di sekujur tubuhmu Dengan jiwaku yang mulai mengaksarakanmu Dan kata-kataku Lebih dalam dari galian berlian Lebih terukir dari goresan canting. Maka izinkan aku Membatikkan rasaku di relung jiwamu. 4 Maret 2017

Alasan Merenggangkan Temali

Kusut Carut marut rasaku selalu berkeliaran Membabi-buta dengan derap angin di tengah gurun Di setiap akal dengan lingkaran liar. Ada apa? Aku hanya ingin membasuh kepedihan Dari sebuah kata keinginan yang datang. Semua sudah kusam Tak berbentuk Tak bersudut Bahkan tak ada pula genangan yang bisa terhampar. Senja memang membuta Perlahan ia gelap dalam lamunan rembulan. Semua kurenggangkan Demi sebuah kebebasan Kembali liar dengan alam Serta kehidupan yang mewadahi kebisingan. Adakah yang tak sudi? Mungkin hanya sepenggal manusia yang peduli Biarlah Biarkan pikiran ini berkelebat dengan sunyi Dan tubuh ini melekat pada keriuhan hari. 1 Maret 2017

Tertinggal

Bertutur sebuah masa Yang mengelabui pikiran massa. Dari perawak seorang jenaka Ia membuai ruang dengan kata Berjibaku dengan dingin Dan kantuk yang menggelora. Tuhan, aku masih buta. Dengan naskah yang rancu Tak tau skema dan alurnya. Riuh tawa kadang menggelagat Mengisi suasana kosong malam itu. Dari cahaya bermahkota drama Di ujung penghelatan malam. Ada sesuatu yang tertinggal. Dialah rindu. 1 Maret 2017

Buka Puisi

Puisi pernah berpuasa Maka puisi akan berbuka. Sebelum puisi berbuka Puisi akan berpuasa. Jika buka adalah puisi Maka puisi berasal dari puasa. Buka puisi bukan sembarang buka Karena puisi berawal puasa yang tak biasa. Ini buka puisi Dari puasa puisi yang panjang. Sleman, 28 Februari 2017

Puisi Sasa Saja

Sendu merajuk dalam kedalaman yang syahdu. dengan segenggam novel Hujan Bulan Juni merundung bersama lagu Sheila On 7. Izinkan aku menyapa siang bolong dengan lapang dada yang bergelora. dan segelintir tugas yang merekah. juga deadline yang mengejar sepi. Di sini sekotak impian bersama bersesakan dengan suara dan udara juga menghimpit bilik seru. Tiada kata diam karena sendu itu kini merubah makna. dari keramaian suasana. FIS, 15 Maret 2017