Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2016

Di Ujung Senja, Sang Pujaan Memikirkan Nasibnya

Terlalu banyak imaji tentang cinta Yang mencumbui waktu dalam gelagat rindu. Lebih baik terhening dalam perasaan Hingga tiada sangka dalam rasa. Biarkan senjakala mengusang Di balik semayam matahari dan deburan ombak Dan cakrawala yang menjingga. Cahaya itu masih ada Di pelupuk kehidupan Di bibir kenyataan yang tak karuan. Membimbang di tanah orang, Tak lain itu tanahmu. Tanah lapang yang sebenarnya halaman hati. Karang-karang masih disetubuhi ombak Bulan sedikit mengintip dari balik langit yang mulai menghitam. Sang pujaan ada di ujung senja Berpakaian lusuh dengan rambut yang diacak angin. Berada dalam lamunan malam. Termenung di hadapan camar dan kapal-kapal sunyi Dengan segenggam buku yang tertulis namanya. Hingga senja kehabisan cahaya Sang pujaan tetap diam Sampai pagi menjemput mentari. Yogyakarta, 28 Desember 2016 Tulisan lainnya bisa dilihat di albakasy.wordpress.com

Ibu

Bola matamu bagai cahaya yang ingin kuselami Tangismu adalah kebenaran dari aku Kau mewaktu dalam bayang Menjejak abadi bersama pelukan doa Tiada lagi kau, selain Ibu Yang mengasihi dengan irama sederhana Di balik malam Rela wajahmu bertunduk pada Tuhan Demi aku, segumpal darahmu yang kini berakal Hingga subuh menjelang Sembab wajahmu membatik syahdu Untuk seorang anak Di tengah kerumunan rakyat. Ibu, jadilah pemadu dalam ruang yang penuh duri Meski jurang menerpa keselamatan Meski aku masih abu-abu dalam kehidupan Engkaulah tangan kanan Tuhan Menuntun arah kemana harus melangkah. Ibu. Jadilah bidadari tak bersayap Namun peluhmu Yang mensucikan setiap langkah darah hidupmu. Yogyakarta, 22 Desember 2016

Seorang Pria dan Malamnya

Jika memang terlampau batas Atas luka yang terbalut sunyi Dan membiarkan air mata mengalir Mengairi lekuk wajah di pipi Itu sebuah salah yang dalam dari seorang lelaki Yang telah membiarkan perih menjadi derita. Jadikan persahabatan sebagai jembatan rasa Antara seorang pria dan wanita Yang sebetulnya belum rela pergi meninggalkan hati. Di ujung sana Masih ada cakrawala yang luas Menembus garis bayang yang tiada Bersama segenggam harapan yang belum tersentuh Bahkan tidak diketahui, Ketahuilah wanita Bahwa pria ini membutuhkan jiwa tegar dari sebuah luka Dari perbedaan yang merenggut rasa Dari berbagai jerit hati Melalui sajak-sajak sunyi Disini hanya ada diam lalu membeku Dalam malam yang semakin larut Hingga mentari menyapa pagi. Pria ini masih berselimut salah Dengan sebaris luka yang terukir Pada cerita lalu. Yogyakarta, 22 Desember 2016

Kidung Desember

Ya, Desember ini menyisakan luka Memang tak sedalam sebelumnya Tapi aku masih tak sudi akan tanyamu yang bergelayutan Seolah perbedaan merenggut rasa yang mulai terpupuk Semua senja telah kubingkai rapuh Dalam doa di sepanjang dedaunan Masam mukaku terbatik oleh sunyi Atas dasar apa aku melukaimu? Maaf. Rajutan angin telah hilang Terusir oleh kata-kata yang tercampakan Bersama diam embun di pagi buta. Ah. Mungkin ini salahku Perihal percakapan itu Aku terlalu buta dengan perbedaan Sehingga derap air mata membanjiri hati yang usang Sudah lah. Biarkan awan mendung mengguyur rindu Seperti cerita kita ketika senja Seperti keramaian di sudut Malioboro Seperti itulah rasa yang membalut rindu. Yogyakarta, 19 Desember 2019