Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2017

Kawan, Dalam Doa Dan Salam

Persahabatan kita masih ada Hingga mata terkatup selamanya Hingga kata-kata yang tertulis meredup, padam. Telah abadi dalam salam dan barisan sajak Menuju langit bagai tiang Kepada Baginda Rosul dan juga Sang Pencipta. Aku bukan hanya singgah. Tapi akan tinggal selamanya. Tanpa ujung Tanpa perbatasan. Dan asap-asap yang telah melayang Menjadi saksi bisu atas kekerabatan kita. Dan ruang yang diam Di hadapan rumah dengan rimbunan pohon mangga. Juga perosotan dan mushola Serta tembakau dan gitar yang menari riang. Aku akan kembali kawan Dengan nama persahabatan Dan atas nama kenangan yang kubawa pulang Bahteraku belum usai. Masih berlayar di tengah lautan manusia Sampai jumpa kawan Salamku juga tak berujung Seperti sajakmu yang abadi Di dalam sangkar Dengan barisan rapi. Doaku padamu Sana seperti doamu padaku. Semoga. Adalah harapan rindu. Agar kita kembali bertemu. Yogyakarta, 1 Februari 2017

Sebongkah Cahaya Dari Warung Kendi

Dalam sebuah malam Telah terukir kisah Dari sebuah keluh kesah yang mendalam. Semua tentang kehidupan dan percintaan yang melenakan. Membuat seorang yang terlihat garang Menjadi cupu di hadapan sebuah perasaan. Bukan lagi masalah perbedaan melainkan rasa yang terlanjur kecewa. Membuat benci Dan membuta sementara. Tentang kedewasaan, terkadang ia muncul dengan sendirinya. Setelah melalui tela'ah yang panjang Dari hari-hari yang tabu. Dari cerita panjang Seorang lelaki dengan wajah garang mengoceh semua perihal asa dan rasanya. Seorang jangkung mengarahkan Seolah membuat cahaya dalam keruh permasalahan. Semua mengenai dua hati yang harus disatukan. Semua mengenai rasa yang harus diterimakasihkan, pada Tuhan. Semua mengenai pandangan yang lebih rasional. Untung saja ketika curahan hati terlontar. Dari sebuah handphone terdapat satu pesan. Dari Permata yang ingin membaikan keadaan. Skenario Tuhan memang terbingkai kejutan. Tak disangka dari hati seorang lela

Deru Yang Berlalu

Lalu datang Lalu pergi Lalu kembali Lalu menyakiti Semua permainan lalu. Dan kemudian menjelma aku Dan hitamlah suasana baru, berdebu kusut berbekas masa lalu Dududu Dendangkan lagu Tentang lampau yang berlalu. Yadudu. Yogyakarta, 30 Januari 2017

Jogja, Luka Dan Sebuah Perjumpaan

Hari ini gerimis menyelimuti Yogyakarta Semenjak aku datang dengan membawa sebongkah kenangan dari sebuah luka. Ketika ia mulai mencoba membenciku Ketika itu pula, langit Jogja seakan menyambutnya dengan gerimis sendu Seperti tangis yang mengguyur jiwa Atas salah yang telah tertera. Biarkan benci menjadi gumpalan kata, padamu. :mungkin Atau sebagai imbas kesalahanku. Aksara-aksara ini tak mampu lagi menahan kesedihan, Kesalahan, Keresahan, Kekecewaan, Atas diri sendiri. Semua telah membubur peristiwa. Hanya tinggal ikhlas atau dendam yang dibawa. Jika Tuhan berkenan, izinkan aku untuk meminta maaf kepadanya. Sebelum aku raib dari balik gerhana gulita. Permata mungkin tak lagi bercahaya ;padaku Tapi, kucoba persembahkan puisi ini untuknya Agar tak layu dalam kelam peradaban. Sepatah kalimat kutujukan untuknya Dari dalam doa yang syahdu di ujung sajadah waktu. Biarlah kebencian menghapus luka. Meski luka sesungguhnya takan bisa hilang. Hanya saja bisa dibasuh

Maaf, Wahai Sang Sederhana

:teruntuk Mariska Maaf jika sakit telah mengenaimu Bukan maksud kubuat luka dalam kisah Tapi semak-semak masih terlalu tinggi untuk bisa di lewati. Cerita kita Rentangan senyum yang lebar Pernah terajut di kota Jogja. Hadirnya ia telah lama, neng. Ini bukan lagi rahasia. Tentang adik yang datang saat aku besar. Tentang ia yang jauh di seberang sana. Maafkan luka yang sudah menganga Meski mungkin tak bisa dilupa Tapi terlanjur adalah kata yang sudah mengembara Dan lupa bukanlah hal yang sederhana Tetaplah menjadi bunga, neng. Yang mengharum bumi dan langit. Kutitipkan salam lewat doa-doa. Tetap menjadi wanita yang sederhana, neng. Yogyakarta, 29 Januari 2016

Di Perempatan 0 KM

Senja Dan dua pasang kaki Dan gerimis yang manja Dan bangunan tua Dan keramaian pasar Dan jalanan Malioboro Dan keramaian jalan raya Dan para pedagang Dan para gelandangan Dan para petugas Di situlah cerita terlampau Dengan senyuman manja Dengan tawa ikhlas Di perempatan jalan 0 kilometer namanya Ada dia Yang sunyi menjadi kenangan Ngawi, 26 Januari 2017

Sidangku

Sidangku tak kunjung rampung. Tanpa solusi. Hanya hujat-menghujat. Tiada kemajuan. Sidangku tak kunjung usai. Berkembang saja tidak, apalagi memandang masa depan. Alasan klasik terlontar, dengan perkataan :bukan maksud untuk menjatuhkan. Kebodohan, kebodohan. Tiap tahunnya begini saja. Bagaimana bisa dipandang? Bagaimana akan diunggulkan? Ya sudah, hancurkan saja. Biar pecah belah. Yogyakarta, 15 Januari 2017

Warna Semesta

Menghempas Kemudian bersarang dalam kekosongan. Dunia ini enggan bersedekap. Kepada sebuah peradaban yang alami. Terlanjur tangan membusuki alam. Hingga lanjut pada kericuhan. Keresahan. Kebiadaban. Terserap dalam imaji-imaji dewa. Mengharapkan abadi. Menginginkan sempurna. Tapi sayang, semua hanya sebatas kata. Karena sebuah luka Semua tak tercerna. Semua tersendat dalam batu angkara. Akal pun menjadi bisu. Buntu. Dibolak-balikkan oleh logika. Sehingga mati. Terkurung oleh rerimbunan jahanam. Biarkan malaikat berseru. Membimbing putih dari hitam. Lewat risalah sang manusia. Putih. Hitam. Putih. Hitam. Bumi kelabu. Terbang di semesta alam. Ngawi,  20 Januari 2016

Tak Ada Yang Lebih Sederhana

Tak ada luka yang lebih sederhana dari senja yang telah usang ditutup oleh zaman. Tak ada cinta yang lebih sederhana dari hembusan udara yang merasuki paru-paru hingga ia tahu makna hidup. Tak ada cita yang lebih sederhana dari sebuah angan yang tercapai saat ajal menjemput sebuah keadaan menjadi ketiadaan. Tak ada yang lebih sederhana dari cara kau memahami dirimu sendiri. YK, 8 Januari 2017

Izinkan Aku

izinkan aku berkelana bersama ruangmu dan menjadi bahasa di setiap gerak-gerik tubuhmu. izinkan aku menyampaikan isi hati lewat angin yang bersemilir syahdu lewat ombak yang berderu merdu. izinkan aku memanjat bersama sisa umurmu meneropong alur lajumu dan menyisakan buih-buih indah dalam kesederhanaan. izinkan aku mengarungi waktu bersama aliran darahmu. Yogyakarta, 5 Januari 2017

Sajak Tahun Baru

Cahaya berkembang di langit kemudian hilang. Kemudian langit kembali pekat. Hanya gemintang kecil yang menitik-titik di angkasa. Tahun baru, tapi musim tetap saja sama. Sama seperti sekarang dan sebelumnya. Hingga nanti yang akan datang. Dekanat, 5 Januari 2017

Biarkan Hujan

Biarkan hujan basahi bumi. Menjadikan ekspresi wajah pribumi. Ketika penguasa melupakan rakyat. Hujan hanya menjadikan tangis. Petir dan gemuruhnya sebagai amarah. Bumi basah dengan aliran -aliran kesedihan. Pohon-pohon tak tega menari. Angin tak mau bersembunyi. Hukum alam akankah merajah mereka. Yang lupa dengan sesama, bahkan yang di bawahnya Teraniaya dengan sunyi. Biarkan hujan terus basahi bumi Menjadikan dingin dari panasnya gemuruh isi bumi. FIS UNY, 5 Januari 2017

Tumbal Untuk Kesedihan Hujan

Karena hujan menahanku untuk pergi. Agar tetap bisa bersama. Menikmati irama rintihan air dari langit. Dengan mendung awan yang bergeluduk. Dan kilatan yang menjadikan tangis itu kian memekik. Negriku diguyur hujan. Diiringi desahan angin. Air tak mampu lagi tertampung di awan. Sampai senja, sampai menjelang gulita datang. Hujan masih telusuri negriku denga sesenggukan. Langit belum juga terang. Masih adakah cahaya yang mau hapuskan tangis dari langit. Agar tak ada lagi kesengsaraan di bumi pertiwi. Hujan, jadikan aku sebagai tumbal kesedihanmu Taman Ganesha, 5 Januari 2017

SAJAK DI UJUNG DESEMBER

Cerah tengah menyambangi Di ujung Desember yang bergembira Bersama rintikan air Bersama deburan ombak Dan angin yang semilir Pada ujung Desember Ada harapan yang tumbuh Bersemi seperti awal Januari Yang siap mengganti tahun. Ujung Desember menyambut gembira Dengan gema lagu suci Juga siraman rohani di ujung senja. Pula keramaian anak kecil yang menyertai Dan sorak sorai terompet. Di tengah malam. Masjid Al-Mujahiddin UNY, 30 Desember 2016

Bunga Dalam Semayam

Di suatu malam Termenung sosok bunga dalam ingatan Kemudian hilang, pergi bersama helaan nafas. Serupa matahari yang bercahaya Tapi tak menyilaukan Seperti rembulan Namun lebih terang. Dalam semayam Terlontar kata-kata permohonan: Tuhan Petikkan aku satu bunga yang harum Untuk kutanam di halaman hati Bunga yang mekar dengan hijabnya. Bunga yang harum dengan kehidupannya. Di balik mimpi, Banyak terselip bunga-bunga yang berwarna. Ada putih, biru, merah bahkan abu-abu. Rona mempesona. Tapi sayang, banyak yang terukir dalam landscape. Hitam penuh bayang. Membelakangi cahaya. Dalam semayam Sekali lagi kata terlontar: Tuhan Tanamkan satu bunga Di atas hamparan hati, Dan hiasi dindingnya dengan vas megah Indah penuh warna-warni mempesona. Yogyakarta, 3 Januari 2017