Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

Buat Ibu Pertiwi

Biarkan petani mematung menjadi orang-orangan sawah. Demi mempertahankan mata kehidupan mereka dari penjajah. Pertaruhan wewenang memang gila. Bersandar pada tumpukan uang yang meraja. Indonesia, tanah air kita. Tanah air yang penuh air mata. Pilu dengan mayat yang digerogoti saudara. Terik matahari adalah sahabat setia. Ia sabar dengan diam di atas kepala. Tuan, jangan renggut lahan kami. Karena warisan harga mati. Tuan, jangan kau buat tangis ibu pertiwi. Karena merdeka bukan sekedar membuat penjajah lari. Yogyakarta, 8 Mei 2017

Usang

Biarkan aku bagian dari keusangan. Tapi ketahuilah, bahwa hal yang usang akan selalu dirindukan. Seperti sawah yang berubah menjadi gedung. Akan banyak orang rindu dengan hijau yang menghampar. Seperti hutan yang bermacam tumbuhan diganti dengan kebun sawit. Karena rindu juga hal usang yang berdiam diri di dalam rasa. Yogyakarta, 8 Mei 2017

Senja

Senja bisa saja menggila. Akhirnya menjadi rasa. Kemudian mendekap di relung jiwa. Frame 1: di Plered, Cirebon kutemukan senja yang bersembunyi di balik rindang pohon. Sebab jiwanya tak berhenti bergumam tentang bingkaian rindu. Frame 2: lagi, di ufuk barat, dalam perjalanan dari Semarang menuju Yogyakarta. Senja menyambut lelahku bersama motor tua yang setia kududuki. Meskipun dalam keadaan menyetir, kusempatkan tangan kiriku memotret sambutan senja yang hangat. Frame 3: dan lagi, senja belum mau tenggelam, seakan ia menemaniku sampai pada jalanan yang penuh rimbunan pohon. Menghabiskan jalanan yang diapit oleh sawah hijau merona. Ah, seperti gambarku sewaktu kecil. Sawah yang dibelah oleh jalan raya dsn diujungnya terdaoat bukit. Frame 4: itulah rindu, bingkai senja yang menghangatkan jarak pandang. Meski lelah menerkam raga dan pikiran. Dan saat itu, aku ingin bisa merasakan bagaimana bila aku menikmati senja bersamamu. Menghabiskan mendung menjadikan langit biru ataupun langit