Petani Zaman Ini
/dulu/ Tujuh tahun lalu Aku masih melihat banyak gubuk bertebaran di sudut-sudut kapling sawah. Di samping itu, caping dan arit masih menjadi benda mewah. Setiap sore, kulihat para tani pulang dengan senyum lelah. Bersama sekarung rumput milik perliharaannya, serta sepeda onthel tua yang dituntun mesra. Anak-anak kecil asyik dengan senar dan layangan yang berkibar di angkasa. Ada yang menjadi hiasan. Ada pula yang jadi aduan. Apalagi ketika sebuah layangan terbang bebas setelah putus dari senarnya. Puluhan kaki berlari mengejar. Sampai tangan-tangan lusuh meraih dan mulut berkata; aku dapat. Mulut lain juga berlata; aku dulu yang dapat. Hingga akhirnya tiada yang dapat karena layangan tercabik: agar adil. Dulu aku masih melihat hijau terhampar bebas dan luas. Di tengab desa, pun kota. Peduli apa, asap rokok saja tak terasa. Kalah oleh oksigen dari padi yang melambai girang. Ketika matahari menyengatkan teriknya, para petani menghibur diri di gubuk dekat sawahnya. D...