Setitik Cahaya Dari Sebuah Mendung

:teruntuk Permata

Apakah cahayaku masih redup, Permata?
Telah kucincang habis maluku untuk sebuah kata rindu.

Mulanya ia hanya berselancar.
Namu, tak lama ia mendekap dalam lamunan karangku.

Taukah kau Permata?
Mendungku mulai menebar di atas awan.
Dengan hiasan senja yang pernah kubingkai untukmu.
Dan kupasrahkan adanya padamu.

Lagu-lagu cinta memang terlihat usang.
Selalu saja tentang rasa yang tak berujung.
Terkadang di penghujungnya hanya sebuah jurang.

Lantas apakah aku akan terjun?
Mungkin rasa ini berkata; ya.
Tapi tidak dengan jiwaku.
Ia lebih memilih menelusuri jurang itu,
dengan hati-hati,
dengan semua perasangka pelangi.

Senja masih ada di genggaman, Permata.
Ia ditemani lampu-lampu jalanan yang syahdu.
Juga keramaian lalu-lalang binatang berakal.

Kini aku berselimut mendungmu.
Dengan lagu-lagu sendu dari "Kafe Jakarta, Senja Kala".

Biarkan cahaya menyelinap sepi
Meski hanya setitik peniti, dari balik mendung.

Biarlah waktu yang merajut cerita.
Dari balik kopi hitam dan hujan yang menderu
basahi rongga-rongga malamku.

Yogyakarta, 8 Februari 2017

Nb: diterbitkan oleh Jejak Publisher dalam buku antologi puisi Kado Terindah Untukmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

QUARTER CRISIS LIFE

KABAR DARI RUMAH DOA

Gerimis Senja Di Malioboro