Bukan kali pertama aku mengalami hal seperti ini. Orang-orang biasanya menyebut dengan Quarter Crisis Life. Ya, usia di kisaran 21-25 tahun merupakan usia yang rentan dengan bayang-bayang masa depan. Tuntutan ekonomi, desakan pendidikan, hingga naiknya kebutuhan memaksa kita untuk menstabilkan kondisi mental dalam menghadapinya. Belum lagi kawan-kawan yang mulai mapan dengan pekerjaannya atau mungkin juga sudah mencapai posisi bingung kemana hasil yang sudah mereka peroleh disalurkan. Sedangkan kita? Bingung harus kemana dan bagaimana. Manusia tidak pernah lepas dari tuntutan. Tapi kadang pula manusia lepas dari tuntunan sehingga terombang-ambing dalam mengambil keputusan. Aku mungkin akan bercerita tentang kondisi saya yang saat ini. Di usia yang mulai mendekati yang kedua puluh enam, pendidikan tak kunjung rampung. Finansial yang tak menentu. Asmara yang aduhai seringkali tanpa kejelasan. Memaksa aku untuk memilih dan memilah. Kekasih yang terus mengejar kepastian, orangtua yang
Masjid menyambut rudal Gereja terima mortal Porak poranda dihajar tentara Perebutan atas nama sengketa Iman teguh di dada Meski raga dihancurkan senjata Ruh pulang pada pangkuan Kuasa Tapi jiwa terus berlipat ganda Keadilan milik manusia Dilecehkan oleh perebutan dunia Kemanusiaan diperkosa Dengan media pro dan kontra Rumah ibadah selalu tegak Dengan pesan iman di dada Agar doa-doa terus menggema Di tanah Palestina yang merdeka kelak Yogyakarta, 15 Juni 2021
Senjaku di Malioboro Petangku bersama hujan. Sampai jumpa sayang, semoga selamat mengiringi perjalanan panjang. Kini angin menantikan mendung, menjadikan kisah yang menggerimis di jalan. Cenderamata keabadian darimu, kan kupeluk dari bola mata. Dan kusimpan dalam memori kepala. Terima kasih. Sampai jumpa. Semoga, Bumi Manusia menjadi perantara di awan. Dan jalanan Malioboro, menjadi saksi bisu kehidupan. Malioboro, 26 November 2016
Komentar
Posting Komentar