Si Tudung Merah Dan Sebuah Aku
Di depan mata ada rembulan yang berpijar
dari senyum yang tersimpul.
Suara camar mengagumi seisi gedung,
tentang tugas dan segala macam kehidupannya.
Menyudut dengan sebuah buku kusam.
Tampak syahdu engkau membacanya.
Dengan tudung merah yang membingkai wajah,
dan raut bahagia yang nampak tilas.
Genggam terus Aku,
dengan tangan manis.
Bacalah Aku,
dengan bola mata indah itu.
Karena setiap rupa yang tertanam dalam sebuah kisah
tertuliskan dalam sebuah Aku.
Yang menjudul.
Dan terabadi.
Nikmatilah, dan terus ziarahi setiap lekuk kalimat itu.
Dalam sebuah karya. Aku.
Yogyakarta, 20 Oktober 2016
dari senyum yang tersimpul.
Suara camar mengagumi seisi gedung,
tentang tugas dan segala macam kehidupannya.
Menyudut dengan sebuah buku kusam.
Tampak syahdu engkau membacanya.
Dengan tudung merah yang membingkai wajah,
dan raut bahagia yang nampak tilas.
Genggam terus Aku,
dengan tangan manis.
Bacalah Aku,
dengan bola mata indah itu.
Karena setiap rupa yang tertanam dalam sebuah kisah
tertuliskan dalam sebuah Aku.
Yang menjudul.
Dan terabadi.
Nikmatilah, dan terus ziarahi setiap lekuk kalimat itu.
Dalam sebuah karya. Aku.
Yogyakarta, 20 Oktober 2016
Komentar
Posting Komentar